Wah nggak kerasa ya teman, kita
sudah berjumpa lagi dengan Bulan yang penuh berkah ini. Ramadhan tentunya. Dan yang
pasti ditunggu-tunggu saat Bulan Ramadhan itu Lebaran kan? Jika berbicara
tentang Lebaran, pasti semua inget makanan khasnya. Missal : opor ayam,
lontong, sayur lodeh, trus masih banyak deh yang lain. Tapi ada satu hal yang
paling khas dan sudah menjadi tradisi, coba tebak? Ya, ketupat pastinya. Tapi tahukah
kalian, bagaimana asal-usul ketupat? Dan tahukah anda apa filosofi ketupat? Mari
dibaca sampai selesai..
1.
Asal-usul
Ketupat
Di Negara kita ketupat sangat
identik dengan Idul Fitri atau lebih sering di sebut dengan Lebaran. Ketupat
juga seakan sudah menjadi tradisi di masyarakat kita. Sebenarnya tidak ada sumber yang pasti dimana, kapan dan
siapa yang menemukan ketupat itu. Namun banyak sumber yang mengatakan ketupat
pertama kali di kenalkan oleh Sunan Kalijaga. Kata orang-orang tua, ketupat
atau buasa di sebut kupat dalam Bahasa Jawa ini berasal dari dua kata. Ku
barasal dari kata “Ngaku” dan Pat berasal dari kata “Lepat”. Jika di sambung
akan membentuk kata “Ngaku Lepat” yang dalam Bahasa Indonesia berarti mengaku
salah. Hal ini mungkin berkaitan dengan tradisi masyarakat kita yang
bermaafan-maafan saat Lebaran tiba.
Dahulu
ketupat sering dibawa sebagai oleh-oleh untuk orang yang lebih tua saat bermaaf-maafan.
Ketupat dianggap sebagai lambing persaudaraan pada waktu itu. Namun sekarang hampir
setiap rumah menjadikan ketupat sebagai menunya di hari Lebaran. Entah itu di
kota atau di desa, jika anda mengunjungi saudara atau teman-teman anda, pasti
anda menemukan ketupat.
2.
Filosofi
Ketupat
Semua
pasti tahukan bentuk dari ketupat? Ya, bentuknya segi empat jika dilihat dari
samping. Hal ini menunjukan empat perayaan yang dilakukan saat Idul Fitri tiba.
Yaitu :
Lebaran yang dalam Bahasa Indonesia berarti
selesai, hal ini menunjukan bahwa umat Islam sudah selesai dalam menjalankan
ibadah puasa selama Bulan Ramadhan.
Luberan yang dalam Bahasa Indonesia
berarti berlebihan, ini berkaitan dengan zakat fitrah. Dimana sebelum Idul
Fitri masyarakat dari golongan yang memiliki harta lebih akan membayar zakat.
Leburan yang berarti habis, melambangkan
meleburnya dosa manusia setelah menjalankan ibadah puasa Ramadhan selama satu
bulan.
Dan
yang terakhir Laburan atau kapur,
yang berwarna putih melambangkan bahwa di hari raya Idul Fitri manusia kembali
suci.
Ketupat
juga melambangkan keberagaman masalah yang dihadapi manusia yang di lihat dari
rumitnya anyaman pada ketupat. Setelah ketupat dibelah maka akan terlihat nasi
yang berwarna putih, itulah lambing kesucian. Dan karena ketupat biasanya di
hidangkan dengan lauk atau sayur yang bersantan, maka menjadi inspirasi pantun
bagi orang jawa “Kupat Santen, Kula Lepat Nyuwun Ngapunten”. Jika dalam Bahasa
Indonesia menjadi “Ketupat Santan, Saya Salah Mohon Maaf”, kurang lebih seperti
itu.
Ya,
itulah Budaya Jawa, yang banyak mengandung filosofi. Budaya semacam ini
seharusnya kita lestarikan. Demi kemajuan bangsa, karena bangsa yang maju
adalah bangsa yang melestarikan budayanya. Tak mudah memang, mengingat budaya
kita bukan hanya satu atau dua. Namun ratusan, jadi kalau bukan kita yang
melestarikan lalu siapa lagi?
Oke,
saya Kharisma Anjar, terimakasih. Mau request? Tulis aja di komentar, kalau
mampu pasti saya share.
Follow
@K_AnjarN